Ketika PTSL Bulurejo Tak Di – Pokmas – kan
http://www.diplomasinews.net/2020/02/ketika-ptsl-bulurejo-tak-di-pokmas-kan.html
TANPA
POKMAS : Program PTSL di Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi, itu,
dilaksanakan tanpa melibatkan kelompok masyarakat [ pokmas ]. [ image : tri
budi prastyo ]
|
DIPLOMASINEWS.NET_BULUREJO_BANYUWANGI_Selasa,
18 Februari 2020, Sosialisasi Program Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap [ PTSL ] telah digelar di pendopo Desa Bulurejo, Kecamatan Purwoharjo,
Banyuwangi, Jawa Timur.
Program
pensertipikatan massal di pendopo desa yang dihadiri Badan Pertanahan Nasional [
BPN ] Banyuwangi, itu, ditumpahi ribuan pemohon yang mendaftar di panitia sejak
pagi hingga bersedia antre hingga sore hari.
Sementara
itu, sekretaris desa Bulurejo, Naning Agustiana, S. Sos, ketika ditemui
DIPLOMASINEWS.NET, di ruang kerjanya berucap bahwa program PTSL yang digelar di
desanya itu merupakan kali pertama dilaksanakan selama ini.
Ucapnya
lagi, ternyata antusiasme dan animo warga di desa itu benar – benar mengapresiasi
kehadiran program tersebut. Pasalnya, program nasional sertipikasi massal itu,
di samping mudah persyaratannya, juga sangat murah biayanya. Yakni hanya Rp. 150
ribu per bidangnya.
ANIMO
PTSL : Sekretaris Desa Bulurejo, Naning Agustiana, S.Sos, mengatakan bahwa
program PTSL di desanya sangat diantusiasi ribuan warga. [ image : tri budi
prastyo ]
|
“Hanya
seratus lima puluh ribu rupiah, kok. Hanya itu saja tarifnya. Tak ada yang lain
– lain,” tegas Naning, ketika diinterviu DIPLOMASINEWS.NET, Selasa, 18 Februari 2020.
Masih
ucapnya, ketika ditanya berapa jumlah kuota yang diajukan dalam program PTSL,
tersebut, dia mengatakan bahwa pihaknya awalnya mengajukan sebanyak 3000
bidang, tapi ketika diverifikasi justru melonjak menjadi sekitar 4.900 bidang.
“Program
PTSL tersebut kami kelola sendiri. Tidak di-pokmas
–kan,” jelasnya.
Di
tempat terpisah, salah satu kepala dusun yang ditemui DIPLOMASINEWS.NET, mengatakan
bahwa program PTSL di Desa Bulurejo, itu, tidak digarap kelompok msayarakat atau
pokmas, tetapi hanya dikerjakan oleh para perangkat seperti kepala dusun dan
perangkat – perangkat di bawahnya.
“Sepertinya
pokmas enggan menggarap program itu. Masalahnya,
biaya per bidangnya hanya seratus lima puluh ribu rupiah. Siapa yang mau rugi
kalau cuma segitu,” akunya dengan kalimat apa adanya.
Onliner
: tri budi prastyo
Editor
: roy
enhaer
Publisher
: oma prilly