Analisis Intelijen Internasional, Dede Farhan Aulawi : Plus – Minus Penggunaan ‘Biological Weapon’


Dede Farhan Aulawi
DIPLOMASINEWS.NET_BANDUNG_Hari – hari ini hampir tidak ada berita menarik di media sosial untuk disimak dan 'didebatkusirkan' selain berita seputar Coronavirus.

Dan, jagat medsos mulai ramai membahasnya sejak virus bernama resmi SARS-Cov-2 itu mulai merebak di Wuhan, China, pada Desember 2019.

Dan, ada yang memandangnya sebagai wabah alami semata, tetapi ada juga yang menduga terkait kemungkinan sebagai ‘senjata biologi’. Masing-masing pendapat yang disertai argumennya tentu sah-sah saja, tetapi tidak bisa langsung menarik kesimpulan tanpa bukti yang akurat.

Dalam konteks tersebut, DIPLOMASINEWS.NET, menemui sosok Analis Intelijen Internasional, Dede Farhan Aulawi, di Bandung, Rabu, 08 April 2020. Menurutnya, dugaan virus  Corona sebagai ‘senjata biologi’ pada umumnya merujuk pada pernyataan mantan perwira intelijen Central Intelligence Agency [ CIA ], Philip Giraldi yang mengatakan bahwa SARS-CoV-2 bukan terjadi secara alami melalui mutasi genetika. Dia mengatakan bahwa virus mematikan itu sengaja diproduksi di laboratorium oleh Amerika Serikat bekerjasama dengan Israel. AS sengaja ‘membuat’ virus itu untuk menghancurkan China dan Iran yang merupakan ‘musuh’ terbesarnya.

Lanjut Dede, ada juga yang menduga kebocoran tidak disengaja laboratorium biologi di Wuhan, bahkan ada yang menduga serangan kaum Illuminati ataupun kelompok teroris lainnya.

“Tapi sekali lagi, bahwa semua adalah dugaan-dugaan orang saja tanpa bukti yang kuat,” ujar Dede, ketika ber – face to face, dengan DIPLOMASINEWS.NET, Rabu, 08 April 2020.

Masih ujarnya, bahwa senjata biologi atau biological weapon sebenarnya merupakan senjata yang menggunakan patogen [ bakteri, virus, atau organisme penghasil penyakit lainnya ], sebagai alat untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan orang atau kelompok yang dianggap musuhnya.

Ujarnya lagi, pembuatan dan penyimpanan senjata biologi sebenarnya sudah dilarang oleh Konvensi Senjata Biologi 1972 dengan alasan untuk menghindari dampak yang bisa membunuh banyak umat manusia. Disamping itu, secara otomatis akan menghancurkan sendi-sendi perekonomian umat manusia di berbagai belahan dunia.

Konvensi ini, ujar Dede, memiliki kelemahan karena hanya melarang pembuatan dan penyimpanan saja, tetapi tidak melarang pemakaiannya. Meskipun logikanya kalau membuat dan menyimpan saja dilarang, apalagi menggunakannya.

Lebih jauh Dede menjelaskan bahwa penggunaan senjata biologi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis senjata militer lainnya, karena biaya produksi yang murah dibandingkan senjata lainnya.

“Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan agen biologi juga cukup sederhana. Serta waktu yang diperlukan dalam pembuatannya relatif lebih pendek,” terangnya.

Demikian juga, terangnya, pertimbangan dari sisi ekonomi, pembuatan senjata biologi dinilai bisa menguntungkan karena dapat membuat vaksin atau penawar dari senjata biologi yang telah diciptakan dengan alat yang sama namun vaksin dapat diperdagangkan kembali dengan harga tinggi.

Tak hanya itu, terang Dede, keunggulan lainnya, penyebarannya bisa tidak terdeteksi dan ‘musuh’ tidak menyadari adanya serangan dengan senjata biologi tersebut. Minimal untuk mampu dan bisa membuktikan siapa pelaku penyerangan relatif sulit. Selanjutnya, ucapnya, hal itu juga mampu hidup di tubuh manusia dan berkembang biak serta menyebar dari individu satu ke individu lainnya secara alami.

Terang Dede semakin serius, bahwa hal tersebut sangat mungkin terjadi karena agen biologi [ terutama virus ] yang disebar tidak terlihat oleh mata telanjang, tidak berbau, dan tidak berasa.

“Coba bandingkan dengan penggunaan senjata nuklir yang memiliki daya rusak dahsyat tapi relatif mudah untuk dilacak pelakunya,” ungkap Dede.

Disamping keunggulan di atas, ungkapnya, ada juga hal- hal  yang harus diwaspadai terkait kemajuan bioteknologi ini, karena dapat disalahgunakan untuk mengembangkan senjata yang sangat berbahaya. Contohnya adalah membuat organisme makroskopis yang secara genetik sudah dimodifikasi untuk memproduksi toksin atau racun berbahaya. Berbagai agen biologi patogen juga dapat direkayasa secara genetik agar lebih tahan atau stabil pada kondisi lingkungan yang kurang memiliki resistensi terhadap antibiotik, vaksin, dan terapi yang sudah ada.

Selain itu, masih ungkapnya, bioteknologi juga bisa  dimanfaatkan untuk pembuatan agen biologi yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun atau antibodi tubuh karena profil imunologisnya telah diubah. Apabila senjata biologi yang telah dikembangkan dimanfaatkan untuk bioterorisme atau penyalahgunaan lainnya maka akan timbul kekacauan di dunia.

" Itulah bahaya - bahaya yang bisa ditimbulkan jika terjadi penyimpangan bioteknologi,” ungkapnya serius.

Pungkasnya, terkait kasus Corona saat ini, memang ada beberapa indikasi ke arah itu, tetapi belum bisa dipastikan kebenarannya termasuk cukup sulit untuk mengungkap siapa pelaku yang sebenarnya.

“Jadi, saat ini sebaiknya tidak mengembangkan dugaan - dugaan tanpa bukti dulu, agar kita semua bisa fokus melakukan penyembuhan dan pencegahan penyebaran COVID-19, ini ", pungkas Dede saat memungkasi interview-nya bersama DIPLOMASINEWS.NET, Rabu, 08 April 2020, malam.

Onliner    : oma prilly
Editor       : roy enhaer

Related

Cover Story 1920425543833204583

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item