Ketika Pasar ‘Wit-Witan’ Berubah ‘Wingit’
http://www.diplomasinews.net/2020/04/ketika-pasar-wit-witan-berubah-wingit.html
ANYEP : Pasar Wit-Witan di Desa Alasmalang,
Banyuwangi, Jawa Timur, yang dulu dijadikan destinasi wisata kuliner itu, kini
berwajah murung dan merana karena virus Corona. [ image : rou enhaer ]
|
DIPLOMASINEWS.NET_ALASMALANG_BANYUWANGI_Masih
ingat Pasar Wit-Witan di Desa
Alasmalang, Singojuruh, Banyuwangi, itu? Pasar ‘kaget’ yang menggelar
keramaiannya setiap Minggu pagi, itu, kini keberadaannya menjadi nyenyet, sepi, mamring, dan terkesan wingit.
Pasar tradisional yang menyajikan jajanan khas
‘ndeso’, dengan desain lapak – lapak terbuat serba bambu beratap welit, tersebut, terlihat kontras dan
berbalik tiga ratus delapan puluh derajat. Tanpa hiruk – pikuk pengunjung,
tanpa pedagang lapak yang menawarkan jajanan dan bahkan tanpa ruh, sepi, dan
mati.
Kondisi itu ternyata side effect atau dampak
langsung dari wabah virus Corona yang
menggonjang-ganjingkan sendi-sendi kehidupan dan aktifitas keseharian
masyarakat dalam bernafkah.
'KALAH' MELAWAN CORONA : Pedagang lapak di Pasar
Wit – Witan itu omzetnya meluncur turun drastis gegara COVID-19. [ image : roy
enhaer ]
|
Sementara itu, salah satu pemilik lapak ‘sego
pecel’ yang ditemui DIPLOMASINEWS.NET, mengatakan bahwa gegara pandemic virus
Corona yang menggilas negeri ini, ternyata berdampak langsung terhadap usaha
lapaknya yang berada di Pasar Wit-Witan, tersebut.
“Bener-bener sepi sekarang. Saat pasar rame
dulu, saya bisa mengantongi uang minimal satu juta setiap minggunya. Sekarang
boro-boro sejuta, seratus ribu rupiah saja sangat abot,” keluh pemilik lapak
nasi pecel yang enggan di –online-kan
itu ketika ditemui DIPLOMASINEWS.NET, Minggu, 29 Maret 2020, pagi.
Keluhnya lagi, padahal usahanya di pasar
tersebut selama ini bisa untuk menunjang hidup bersama keluarganya. Lanjutnya,
hasil dari jual jajanan dan nasi pecelnya itu bisa untuk mbayar listrik, nyekolahkan
anak-anaknya, arisan, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
“Nggak
tahu lah. Entah kapan pasar ini bisa dibuka dan rame seperti dulu, itu. Gara-gara Corona, semua jadi merana,” ucapnya pasrah.
Di sudut yang lain, meski deretan lapak di Pasar
Wit-Witan, itu, terlihat sepi, anyep,
dan wingit, tetapi, ada sosok ‘Pak
Tua’ yang berupaya untuk membunuh rasa sepi itu. Sosok renta itu terasa tak
hirau dengan pandemic virus Corona yang menggegerkan seluruh jagat,
ini.
‘Pak Tua’ itu memilik cara sendiri ketika
menyikapi gonjang-ganjing wabah COVID-19, itu. Dengan sikap sederhananya, ia
justru menabuh angklung khas
Banyuwangi. Dan, irama pentatonic
yang menggaung dari angklung bambu
yang ditabuhnya itu terdengar syahdu hingga merayap dan meresap di seluruh
nadi-nadi darah pendengarnya.
“Ah,
kelendi maning. Wong arane Corona iku hing katon,”
ucap ‘Pak Tua’ dengan dialek Osing
-nya, sembari kedua tangannya menabuh angklung.
Maksudnya, lantas mau berbuat apa lagi, wong namanya Corona itu tidak bisa
terlihat mata.
Onliner
: roy enhaer
Publisher : oma prilly