Ratusan Nyawa Melayang, ‘Lupa’ Bendera Setengah Tiang
http://www.diplomasinews.net/2020/04/ratusan-nyawa-melayang-lupa-bendera.html
©roy enhaer |
TAK SEORANG pun hingga kini yang berani
‘meramal’ sampai kapan makhluk ‘pencabut nyawa’ berjuluk COVID – 19 yang lahir dari
Smart Kampung di Wuhan, Tiongkok,
itu masih ‘kerasan’ berlama – lama di negeri kita?
Lihat saja bahwa grafik quickcount atas mortalitas
atau angka kematian akibat Coronavirus
itu semakin hari faktanya semakin melaju di negeri ini. Bahkan negeri ini
terdaftar di peringkat ke – 6 dunia setelah Perancis. Mungkinkah angka – angka
resmi dari corong pemerintah itu benar
– benar terkonfirmasi kemudian dilaporkan dengan ‘bloko suto’, realistis, apa
adanya, dan jujur – jujur saja sesuai peristiwa, data, dan fakta yang terjadi di
lapangan?
Dalam konteks tersebut, posisi kita sebagai
rakyat sekadar bertanya dan jangan ‘kesusu’ dimarahi dulu. Mungkinkah angka –
angka mortalitas tersebut semacam human error dan ‘salah kutip’ atau ‘sengaja’
tak di - publish ke ruang public sesuai kefaktaan yang ada? Ataukah
barangkali demi menjaga agar tidak terjadi kepanikan dan kegaduhan nasional atas
wabah Corona yang melindas negeri ini?
Pasalnya, benarkah kata berita bahwa total jenazah yang dikuburkan selama ini ‘lebih
banyak’ dari data ‘resmi’ yang meninggal dunia akibat virus ‘gaib’ yang tak
terlihat mata telanjang itu?
Tapi sudahlah, itu tak penting. Yang paling
penting adalah betapa harga dan nilai sebuah nyawa manusia itu sesungguhnya di
atas segala – galanya dari materi apa pun yang kita miliki hari ini. Padahal ratusan
nyawa yang melayang akibat terpapar Coronavirus
itu adalah nyawa manusia, adalah nyawa ratusan rakyat di negeri ini.
Dan, hingga kini sudah berapa para dokter dan
tenaga mediskah ketika mereka berperang di garda paling depan itu meregang
nyawa demi menghadang kejamnya sebaran dan penularan virus COVID – 19, itu?
Padahal modus operandi sebaran virus itu sekaligus
daya bunuhnya terhadap manusia sangat tidak kenal kompromi dan negosiasi,
apalagi melakukan MoU sebelumnya.
Uniknya, Coronavirus
itu tidak pernah menglasifikasikan kepada calon korbannya. Entah itu manusia pejabat
atau penjahat. Entah itu konglomerat atau rakyat melarat. Tak peduli tua atau
muda, lelaki atau perempuan, berwajah rupawan atau tidak, baik ulama atau
manusia ‘mulang sarak’, manusia ilmuwan ataukah yang paling awam, semuanya
masuk dalam ‘daftar tunggu’ dan tetap saja ‘disikat’ hingga sekarat jika virus
itu menghendaki mereka.
Bukankah hingga hari ini korban meninggal yang
terpapar dan terkapar virus Corona
itu sudah mencapai dua ratusan lebih atas nyawa rakyat yang meregang di negeri
ini? Dan, kenapa hingga hari ini bahwa
kita sebagai bangsa telah ‘lupa’ tidak memancangkan bendera setengah tiang demi
mengenang saudara – saudara kita sebangsa dan senegeri ini?
Sudahkah kita ber - Al Fatikhah kepada para
sahabat yang gugur di tengah pandemic Coronavirus, itu? Sudahkah kita heningkan
cipta bersama dengan lirik tembang duka Gugur
Bunga dan kibarkan bendera berkabung setengah
tiang? Pernahkah kita bersemoga agar dua ratusan lebih orang di negeri ini yang
meninggal dunia akibat terjangkit COVID-19 itu sesungguhnya telah dimuliakan
oleh – Nya?
Ataukah selama ini cara kita berpikir bahwa
ratusan nyawa sedulur – sedulur yang terpapar dan terkapar pandemic virus Corona itu disamasebangunkan dengan nyawa kucing – kucing liar di
pasar?
©roy enhaer
Banyuwangi, Rabu, 08 April 2020