‘Sesaji’ Semeru, Adakah ‘Salahmu’?
Masih ingatkah kita atas ‘gonjang - ganjing’ kasus ‘tendang sesajen’ ketika gunung Semeru di Lumajang itu erupsi dengan memuntahkan ‘apa saja’ dari kedalaman perutnya yang kita sebagai manusia pasti tak sanggup berbuat apa - apa itu?
Silakan saya dan sampeyan menyombongkan diri, menghebat - hebatkan diri, mencerdas - cerdaskan diri, men - sakti - kan diri dan bahkan men - teknologi - kan diri untuk ‘melawan’ Semeru yang ketika itu sedang ‘meriang’ dan batuk - batuk. Kemudian akal sehat kita pasti mengatakan bahwa akumulasi kearogansian yang selama ini kita banggakan itu akan ditelan Semeru dan dilibas tanpa bekas.
Masih akan tetap kita peliharakah kesombongan, kecongkakan dan kearogansian yang setiap hari tersandang dan dibawa ke mana - mana itu padahal sesungguhnya semua itu hanyalah ‘kedunguan’ yang kita sendiri tidak memahami dan menyadarinya.
Bukankah soal kasus ‘tendangan sajen’ di lereng Semeru yang dilakonkan oleh ‘menungso’ cetek, sempit ilmu dan pengetahuan hidupnya adalah sebuah potret ‘kesombongan’ yang jika tidak disikapi dengan arif akan ‘dibalas’ dengan ‘kesombongan’ baru oleh pihak yang merasa ‘disombongi’ lebih dulu itu? Bukankah pada ujungnya akan bisa saling berbalas hingga memecahkan, menceraiberaikan dan mempuing - puingkan kebhinekaan di negeri yang damai ini?
Bukankah sesungguhnya Yang Maha Pemilik Semesta telah mengabarkan kepada seluruh makhluk ciptaan - Nya untuk saling menghormati dan menghargai antar sesama?
Andai yang melakonkan itu adalah saya. Bukankah akan lebih indah jika saya ‘menghargai’ atas apa yang ‘diyakini’ oleh yang yakin tanpa harus mengusik atas ‘sesuatu’ yang diyakininya itu?
Bukankah sesuatu itu ‘salah’ menurut saya ternyata belum tentu ‘tidak benar’ menurut pihak yang saya persalahkan?
Kenapa mesti menyalahkanmu padahal sesungguhnya saya tidak benar - benar paham atas ‘salahmu’? Bukankah ‘kebenaran’ yang sejati benar itu adalah hanya mutlak milik Yang Maha Benar saja?
Oma Prilly
Jember, Senin, 31 Januari 2022