Jurnalis ‘Glundung Pringis’



'Glundung Pringis’ adalah sejenis bangsa lelembut atau makhluk jejadian yang sering beraksi menakut – nakuti siapa pun. Jelasnya, semacam psiko – terror.

Secara visual bahwa ‘glundung pringis’ itu selalu menampakkan wujud kepala manusia yang terpenggal. Dalam aksinya, dia mengelinding layaknya bola sepak kemudian meringis, precang – precing atau menyeringai ketika berpapasan dengan bangsa manusia.

Believe It or Not. Percaya karepmu, tidak percaya ya terserah. Wong ini sekadar ilustratif saja.

Dan, ilustrasi ‘glundung pringis’ di atas saya akan coba ‘persandingkan’ dengan kemuliaan Hari Pers Nasiona [ HPN ] 2021, yang tengah didirgahayui pada sembilan Februari, kali ini.

Tepat di hari milad wartawan nasional kali ini, saya coba robek dan kuak dada ini agar uneguneg di dalamnya bisa tumpah dan membuncah menjadi tulisan. Yakni semacam otokritik atas diri saya yang selama ini ikut grudakgruduk sebagai wartawan di salah satu ‘home industry’ pers daring di kampung.

Saya juga tidak kunjung paham apakah saya ‘pantes’, layak, dan laik disebut wartawan? Apakah saya sudah penuhi multy syarat sebagai wartawan seperti ekspertasi, kompetensi, basic kejurnalistikan, pemahaman dan juga kedalaman kode etik jurnalistik? Kenapa segampang itu saya ujugujug hanya dengan sim salabim dalam durasi semalam langsung menjadi wartawan tanpa melalui proseduralitas perekrutan yang jelas?

Kemudian apa kontekstualitasnya antara saya sebagai ‘wartawan’ dengan makhluk lelembut berjuluk ‘glundung pringis’ itu? Sekali lagi, ini semacam otokritik atas ‘penampakan’ diri saya selama menyandang profesi wartawan. Hanya untuk diri saya, bukan untuk diri siapa – siapa. 

Jujur, saya dalam melakoni tugas kejurnalistikan sehari – hari acapkali menggunakan trik – trik ‘glundung pringis’, yakni medenmedeni atau menakut – nakuti hampir setiap nara sumber yang saya temui.

Seperti, misalnya ketika ada oknum pejabat public menyimpangkan anggaran dana bansos dengan ‘ngentit’ duit warga penerima, pasti saya confirm yang ujung – ujungnya transaksional. Artinya, kasus tersebut kepingin di – publish biar viral atau di – peties – kan agar landai dan aman?

Oknum pejabat public yang lain adalah ketika ada program sertifikat rakyat tapi dalam praktiknya menyimpang dari procedural yang baku. Itu pun juga saya confirm seperti nara sumber yang lain. Jika oknum pejabat itu mau dan sanggup menyediakan logistic, pasti persoalan menjadi kondusif dan terkendali. Jika sebaliknya, ‘modar’ - lah kau!  

Nara sumber lain ketika nekoneko memungut liar seragam sekolah atas ratusan siswanya, juga beragam pungutan liar lainnya, pasti saya gedor pintu kantornya, dan dobrak pintu hatinya. Kemudian saya robek – robek pintu dompetnya. Lagi – lagi kondusif tanpa ‘balung dan eri’.

Dan, di wilayah sudut sana ketika ada oknum pejabat dinas yang ‘kemendel’ menerima ratusan paket proyek infrastruktur tanpa bagi – bagi dan ‘dipek dewe’, pasti besok pagi saya sambangi dan datangi kemudian digedor pintu birokrasinya jika tak ingin viral beritanya.

Sekali lagi, ini semacam otokritik atas lakon kejurnalistikan saya selama ini yang selalu menggunakan modus ‘glundung pringis’. 

Apologika. Dan, maafkan saya Mr. Pers. Hanya ini yang bisa saya lakonkan dalam keseharian selama menjadi wartawan. Hanya sebatas sebagai ‘glundung pringis’ saja.

Dan, masihkah saya diperkenankan jika hari ini dari kedalaman relung jantung dan cekung hati yang paling dalam untuk ucapkan Dirgahayu Hari Pers Nasional [ HPN ] 2021?

©roy enhaer

Bedadung, Selasa, 09 Februari 2021.  

Related

Cover Story 7632760130294685348

Follow Us

Postingan Populer

Connect Us

DIPLOMASINEWS.NET
Alamat Redaksi : Perumahan Puri Jasmine No. 07, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur
E-mail : redaksi.diplomasi@gmail.com
item