Ketika Nafsu Hewani ‘Tumpah’ ke Tubuh Belasan Santriwati
Masih ingatkah di dalam tabung ingatan dan di lempengan memori otak kita bahwa beberapa waktu lalu telah terjadi peristiwa asusila ekstrim tentang oknum uztad di Bandung yang menggagahi empat belas santriwati hingga berbadan dua dan bahkan berujung melahirkan ‘jabang bayi’ tak berdosa itu?
Pertanyaannya besarnya adalah ‘sebejat’ dan lebih rendah ketimbang ‘kucing pasar’ kah perilaku lelaki yang berjuluk tokoh agama itu hingga menumpahkan nafsu ‘kebinatangannya’ terhadap belasan santriwati yang tengah menimba ilmu di pondok pesantren yang diasuhnya itu?
Pertanyaan lagi, benar - benar ‘pejantan tangguh’ kah ia? Kenapa peristiwa amoral tersebut justru musibah itu menimpa belasan santriwati dan pelaku yang melakoninya adalah seorang ‘pejantan super’ yang melabelkan diri di tengah masyarakat sekitarnya sebagai seorang oknum ustad?
Seburuk, semiris, dan seprihatin itukah garis nasib, tulisan takdir serta kisah nyata yang dialami oleh belasan santriwati itu?
Tulisan ini tidak sedang menghukumi dan apalgi menghakimi atas peristiwa ‘pertumpahan’ nafsu hewani yang telah dilakoni oleh pelaku atas belasan korbannya, tetapi sekadar meneropong dan memotretnya dari sisi lain, yakni dari sudut perilaku manusia dan budaya kemanusiaannya.
Sekali lagi, tulisan ini juga tidak sedang mengutuk, menyumpahserapahi serta menyoraki atas peristiwa manusia yang berperilaku hayawani itu tetapi lebih mengajak manusia siapa pun agar semua itu bisa dijadikan cermin diri untuk berendah hati.
Akhirnya, sebatas kita sebagai manusia hanya bisa berserah diri kepada zat Yang Maha Tinggi atas lika -liku lakon manusia yang ihwal itu bisa saja ‘menimpa’ diri kita sendiri.
Oma Prilly
Minggu, 16 Januari 2022