Gotong - Royong ‘Nggotong’ Beratnya ‘Gorong-Gorong’
https://www.diplomasinews.net/2018/10/gotong-royong-nggotong-beratnya-gorong.html
DIPLOMASINEWS.NET _ JAJAG _ Akhirnya, gorong-gorong ‘jebol’ yang melintang di depan Kantor Redaksi Majalah Berita DIPLOMASI, di kawasan Jajag, Gambiran, Banyuwangi, itu, benar-benar ‘didandani’ alias diperbaiki oleh dinas terkait kabupaten, pada Senin, 29 Oktober 2018.
Sebelumnya,
dinas terkait hanya ‘jonja-janji’ saja atas gorong-gorong menganga yang setiap
detik para pengguna jalan bisa ‘kejungkel’ bahkan mengancam nyawa manusia ketika
melintas di jalan raya yang juga berada tepat di depan Perumahan Puri Jasmnie, di
Dusun Yosowinangun, Jajag, Gambiran, Banyuwangi, tersebut.
Catatan DIPLOMASINEWS.NET,
ternyata jebolnya gorong-gorong tersebut oleh pemerintahan desa setempat sudah pernah
‘diwadulkan’ ke dinas terkait kabupaten. Tapi, semua itu tak pernah ada respon
secuil pun dari ‘mulut’ kabupaten.
Sementara itu,
Kepala Dusun Yosowinangun, Bambang, mengatakan
bahwa sekitar 2017 lalu, gorong-gorong yang ‘jebol’ itu sesungguhnya pernah di-musrenbangdes-kan
oleh pemerintahan Desa Jajag. Tapi hingga waktu yang sangat lama belum terjawab
dan terealisasi adanya.
“Tapi,
Alhamdulillah, sekarang gorong-gorong yang selama ini jebol, kini sudah bisa
diperbaikinya,” kata Bambang, ketika ditemui di dekat gorong-gorong yang jebol
itu, Senin, 29 Oktober 2018, pukul 10. 00 WIB.
Ketika mata kamera
DIPLOMASINEWS.NET, memotret perbaikan gorong-gorong ‘jebol’
tersebut, sebanyak 10 [ sepuluh ] orang tenaga kerja yang mengerjakannya
selama 2 [dua ] hari. Ternyata, sepuluh orang tenaga kerja itu bukan tenaga
kerja ‘bayaran’ seperti layaknya dalam pengerjaan proyek. Tetapi, mereka adalah
tenaga kerja ‘suka rela’ tanpa diupah sepeser pun oleh pihak terkait.
“Nggak apa-apa kok. Kami sifatnya bergotong
- royong agar cepat selesai. Itu saja,” aku salah satu warga yang ikut
bergotong royong, itu.
Masih kata
salah satu warga itu, bahwa perbaikan gorong-gorong jebol tersebut tanpa pos anggaran
untuk tenaga kerja. Tenaga kerja hanya diswadayakan atas kesadaran warga
sekitarnya. Dan, dinas terkait hanya menyediakan 6 [ enam ] buah box culvert [ gorong-gorong beton ] saja,
ditambah satu unit alat berat ‘bego’ untuk mengangkat beratnya gorong-gorong
beton itu.
“Semen 12 zak untuk
ngecor pun berasal dari ‘urunan’
warga dan pihak desa setempat,” terang salah satu warga.
Ketika itu,
telinga DIPLOMASINEWS.NET, mendengar ‘rasan-rasan’ dari sejumlah warga sekitar.
Bukankah sesungguhnya dinas terkait menganggarkan upah buat keringat tenaga
kerja untuk mengerjakan proyek gorong-gorong yang notabene kewajiban kabupaten itu? Masih seputar ‘rasan-rasan’, jika
10 [ sepuluh ] ‘manusia’ tenaga kerja itu diupah minimal Rp. 75 ribu per hari
selama 2 [dua ] hari, bukankah bisa dikalkulasi menjadi, 10 tenaga kerja dikali
2 hari menjadi 20 tenaga kerja. Kemudian, 20 orang itu dikali Rp 75 ribu, pasti
hasilnya menjadi, satu juta lima ratus ribu rupiah.
“Jika anggaran
itu ada, terus masuk di kantong siapa? Niat kami gotong-royong, kok,” celetuk
salah satu warga sembari canda.
Onliner : andri/ikhsan
Editor : roy enhaer