‘Lawang’ Alas Purwo, Lewat ‘Selo Tumpang’
https://www.diplomasinews.net/2018/11/lawang-alas-purwo-lewat-selo-tumpang.html
'DIAM-DIAM' DI SELO TUMPANG : Di situs Selo Tumpang inilah banyak tokoh penting datang dengan diam-diam. [ images : diplomasinews.net ]
DIPLOMASINEWS.NET
_ KARETAN _ BANYUWANGI _ Jika ingin melihat dari dekat keberadaan situs ‘Selo
Tumpang’ tidak terlalu sulit. Ia hanya berjarak sekitar 500 meter dari Mapolsek
Purwoharjo, Banyuwangi. Situs yang juga
disebut ‘Watu Tumpang’ itu berada di
kawasan hutan petak 69, RPH Karetan, KPH Banyuwangi Selatan. Atau tepatnya di Desa Karetan,
Purwoharjo, Banyuwangi, Jawa Timur.
Untuk mencapai
situs tersebut harus menapaki dan menyusuri jalan tanah di tengah hutan jati. Hanya
memakan beberapa menit saja, akan segera terlihat bangunan mirip ‘cungkup’ yang
dikelilingi pagar tembok ‘batako’ setinggi dua meter. Untuk masuk ke dalam
situs harus melewati pintu gerbang pertama, kemudian pintu gerbang ke dua
langsung menuju titik situs yang sebelumnya harus melewati tiga buah anak
tangga lebih dahulu.
Di dalam
situs tersebut terdapat balai utama seluas 144 meter persegi yang di tengahnya berdiri
batu cukup besar dengan posisi menumpang atau menindih batu lain. Batu yang
berada di bawahnya berukuran lebih besar dan lebar daripada batu di atasnya.
“Cerita Batu
Tumpang itu berawal pada tahun 1922 M. Ada sepasang suami-istri yang membabat
hutan bernama Tropawirejo dan Raden Ayu Ruminah,” tutur Mbah Wagimin, juru
kunci situs Selo Tumpang, kepada DIPLOMASINEWS.NET, Minggu, 20 Nopember 2018.
Tuturnya lagi,
saat ‘mbabat hutan’, pasutri itu memberi batas hutan dengan menggunakan dua
batu kecil yang ditumpuk. Anehnya, batu yang dijadikan batas dengan cara
ditumpangkan itu tiba-tiba berubah menjadi besar. Sejak saat itulah, Watu
Tumpang atau Selo Tumpang tersebut berawal menjadi popular.
PINTU GERBANG ALAS PURWO : Situs Selo Tumpang sebagai 'pintu gerbang' untuk menuju ke Alas Purwo. [ images : diplomasinews.net ]
Catatan DIPLOMASINEWS.NET,
dalam perkembangannya, situs Selo Tumpang tersebut oleh masyarakat sekitar
dijadikan tempat keramat, dan tempat bersemadi. Utamanya, pada Jumat Legi dan
Jumat Kliwon. Ketika pada bulan Suro, tempat tersebut lebih keramat lagi. Bahkan
para pengunjung yang datang ke situs tersebut berasal dari lintas provinsi,
seperti dari Cirebon, Bali, Aceh, dan Jakarta.
Yang lebih
mencengangkan lagi, ternyata sebelum ritual ke Alas Purwo, pengunjung ‘wajib’
mampir lebih dulu di situ Selo Tumpang, tersebut. Dan, situs ini oleh sebagian
orang sering dijadikan ‘momentum’ ritual ketika tahun-tahun politik seperti
sekarang ini. Para politikus, justru sering ‘sowan’ ke situs ini. Mulai dari momen
pemilihan kepala desa, pileg, pilbub, pilgub, dan bahkan pada level pilpres.
“Bahkan,
dahulu ada seorang jendral yang datang ke tempat ini. Tapi datang dengan
diam-diam. Karena ‘lawang’ atau pintu menuju
Alas Purwo adalah di Selo Tumpang,” kata
Wagimin, berkisah.
Lanjutnya,
situs Selo Tumpang tersebut hingga hari ini oleh sebagian masyarakat masih
dikeramatkan dan dijadikan tempat ‘nyadran’ dengan membawa nasi tumpeng dan
menggelar selamatan. Pada 1988, pernah terjadi peristiwa menarik. Batu tersebut
pernah ‘dihancurkan’ dengan dinamit. Tapi dalam hitungan tak terlalu lama, batu
tersebut tertata kembali menjadi utuh seperti bentuk semula.
“Pada
2002, situs Selo Tumpang tersebut telah saya pugar,“ terang Marjono, salah satu
tokoh agama setempat, kepada DIPLOMASINEWS.NET, Minggu, 20 Nopember 2018. Terangnya
lagi, situs Selo Tumpang tersebut dibuatkan bangunan pagar batako keliling dan
di balai dalam situs sudah berkeramik yang sebelumnya masih berupa tanah biasa.
Onliner : roy enhaer